BAB II
PEMBAHASAN
A. Langkah
- Langkah Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai perangkat yang digunakan untuk
mengembangkan kemampuan anak secara keseluruhan, khususnya kemampuan memecahkan
permasalahan yang dihadapi sehari-hari perlu dipikirkan pengalaman apa yang
diperlukan oleh siswa untuk memenuhi kebutuhan tersebut
Dalam pengembangannya, kurikulum melibatkan berbagai
pihak, terutama pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung
memiliki kepentingan dengan keberadaan pendidikan yang dirancang, yaitu mulai
dari ahli pendidikan, ahli bidang studi, guru, siswa, pejabat pendidikan, para
praktisi maupun tokoh panutan atau anggota masyarakat lainnya.
Menurut Taba apabila seseorang memahami perkembangan
kurikulum sebagai tugas yang membutuhkan keteraturan, maka harus diketahui
aturan ketika keputusan dibuat dan bagaimana cara keputusan-keputusan tersebut
dibuat, untuk memastikan bahwa semua pertimbangan yang relevan telah tercakup
dalam keputusan-keputusan tersebut.
Perkembangan kurikulum merupakan proses pembuatan
keputusan yang terencana dan untuk merevisi produk dari keputusan tersebut
berdasar pada evaluasi berkelanjutan. Sebuah model dapat mengatur proses.
Pengembangan kurikulum meliputi empat
langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective),
menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning experiences),
mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning
experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
1. Merumuskan
Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan
tujuan pembelajaran.
v Tahap
yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami
tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society),
dan konten (source of content).
v Tahap
kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi
(SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen
melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi
pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar (psychology of
learning).
v Tahap ketiga adalah
merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).
2. Merumuskan
dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning
experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami
definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of
learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau
dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning
activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar
berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang
ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar.
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah :
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah :
v Pengalaman
belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai,
v Pengalaman
belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari pengadaan berbagai
macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil,
v Reaksi
yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk
mengalaminya (terlibat),
v Pengalaman
belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
sama, dan
v Pengalaman
belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran (outcomes).
3. Mengorganisasi
Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum
diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian
kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang
teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan
kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang
akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan
pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan
disampaikan.
4. Mengevaluasi
(evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan
kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah suatu proses memberikan pertimbangan
mengenai data yang terkumpul dengan tujuan memperbaiki sistem.[1]
Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum.
Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset
sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar
pada hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal berikut :
1) Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2) Pendidikan
merupakan proses transisi
3) Manusia
dalam keadaan terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan dan mengolah informasi.
Atas dasar inilah, maka diperlukan suatu
proses pengembangan kurikulum yang merupakan suatu masalah pemilihan kurikulum
yang penyelesaiannya dapat ditinjau dari berbagai pendekatan antara lain
pendekatan atas dasar keperluan pribadi. Untuk merealisasikannya, maka
diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
B. Model
Pengembangan Kurikulum
1. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Model pengembangan kurikulum rogers adalah kurikulum yang dikembangkan
hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap
perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara
interpersonal.
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers yaitu
jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model
tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya
merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya. Adapun model tersebut
dikemukakan sebagai berikut :[2]
a) Model I (Model Yang Paling Sederhana)
Menggambarkan
bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan
informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal ini berdasarkan asumasi bahwa
pendidikan adalah evaluasi, dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan
adalah akumulasi materi dan informasi.
Model ini
mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar dan urutan atau organisasi bahan pelajaran secara sistematis.
b) Model II
Model II
dilakukan dengan menyempurnakan model I yaitu tentang metode dan organisasi bahan
pelajaran.
Dalam
pengembangan kurikulum pada model II sudah dipikirkan pemilihan metode yang
efektif bagi berlangsungnya proses belajar. Di samping itu bahan pelajaran juga
sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga
memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran. Akan tetapi model II belum
memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan
kegiatan pengajaran.
c) Model III
Model III
menyempurnakan model II. Dalam model III memasukkan unsur teknologi pendidikan.
Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor
yang sangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Pengembangan
kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada model
III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu
yang berkaitan dengan masalah tujuan.
d) Model IV
Pengembangan
kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan memasukkan unsur
tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang
lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun
kegiatan penilaian yang dilakukan.
2. Model Taba
Taba
menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi perkembangan
kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan diberikan
oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses dengan menciptakan
suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka disekolah dan bukan
terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Menghindari penjelasan grafis
dari modelnya, Taba mencantumkan lima langkah urutan untuk mencapai perubahan
kurikulum, sebagai berikut :
a) Membuat unit percontohan yang mewakili peringkat kelas atau mata
pelajaran. Langkah ini sebagai penghubung antara teori dan praktek.
b) Menguji unit percobaan,
Uji ini
diperlukan untuk mengecek validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan
dan untuk menetapkan batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
c) Revisi dan konsolidasi.
Unit
pembelajaran dimodifikasi menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan
siswa, sumber daya yang tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum
dapat sesuai dengan semua tipe kelas.
d) Pengembangan kerangka kerja.
Setelah
sejumlah unit dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang
lingkup sudah memadai dan urutannya sudah benar.
e) Memasang dan menyebarkan unit-unit baru.
Mengatur
pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan unit belajar
mengajar di kelas mereka.
3. Model Ralp Tyler
Sebagai bapak pengembang kurikulum, Tyler telah
menanamkan atas perlunya hal yang lebih rasional, sistematis, dan pendekatan
yang berarti dalam tugas mereka.
Dia telah menguraikan dan menganalisis sumber-sumber
tujuan yang datang dari anak didik, mempelajari kehidupan kontemporer, mata
pelajaran yang bersifat akademik, filsafat, dan psikologi belajar. [3]
Model pengembangan kurikulum menurut tyler adalah sebagai berikut :
a) Menentukan tujuan. Dalam menentukan tujuan pendidikan melalui
langkah-langkah sebagai berikut: mempelajari siswa sebagai sumber tujuan,
mempelajari kehidupan kontemporer dilingkungan masyarakat, penentuan tujuan
berdasarkan tinjauan filosofis, peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan
psikologis.
b) Menentukan pengalaman belajar. Ada 5 prinsip pengalaman belajar, yaitu :
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat tingkah laku yang menjadi
tujuan, pengalaman belajar harus menyenangkan bagi siswa, siswa harus terlibat
dalam belajar, diberikan beberapa pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan, pengalaman belajar yang disediakan dapat menghasilkan beberapa
kemampuan, yaitu: kemampuan berfikir, memperoleh informasi, mengembangkan sikap
sosial, mengembangkan minat.
c) Pengorganisasian pengalaman belajar
d) Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar sisa sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan dan mengetahui
4. Model D.K. Wheeler
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan
kurikulum memiliki bentuk rasional. Setiap langkah merupakan pengembangan
secara logis terhadap yang terdahulu, lebih umum mengerjakan suatu langkah
tertentu tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah selesai.
Hal ini dapat dilihat dari 5 langkah berikut yang
tampak sekali bahwa elemen-elemennya merupakan perkembangan daripada elemen
dari Tyler dan Taba, tapi hanya dipresentasikan dengan acak agak berbeda.
Langkah-langkah
Wheeler :
a. Seleksi maksud, tujuan dan sasaran.
b. Seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan
sasaran.
c. Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin
ditawarkan.
d. Organisasi dan integrasi dari pengalaman belajar dan isi yang berkenaan
dengan proses belajar mengajar.
e. Evaluasi dari setiap fase atau masalah tujuan-tujuan.
Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum
adalah untuk menekankan hakekat lingkaran daripada elemen-eleman kurikulum.
Kurikulum proses disini tampak lebih sederhana, memberikan suatu indikasi bahwa
langkah-langkah dalam lingkaran bersifat continyu atau berkelanjutan memiliki
makna responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada. Pendapat
Wheeler tentang proses kurikulum menekankan pada saling ketergantungan antara
satu elemen terhadap elemen-elemen kurikulum lain, dan telah menempatkan test
dengan waktu yang baik.
5. Model
Pengembangan Kurikulum Audery dan Nicholls
Mereka mengembangkan suatu pendekatan yang tegas atau
jelas yang mencakup elemen-elemen kurikulum secara jelas tetapi ringkas.
Nicholls menitik beratkan pada pendekatan yang rasional dari pengembangan
kurikulum, khususnya dimana kebutuhan untuk kurikulum baru muncul dari
perubahan-perubahan situasi.
Audery dan
Nicholls mendefinisikan pekerjaan Tyler, Taba dan Wheeler dengan penekanan
kurikulum proses yang siklus atau berbentuk lingkaran dan kebutuhan untuk
langkah awal yaitu, analisis situasi. Keduanya mengungkapkan bahwa sebelum
elemen-elemen lebih jelas dalam proses diambil atau dilakukan, konteks dan
situasi yang mana keputusan-keputusan kurikulum dibuat memerlukan pertimbangan
yang mendetail dan serius.
Langkah-langkah
dalam proses perkembangan kurikulum Nicholls adalah :
a) Analisis situasi
b) Seleksi tujuan
c) Seleksi dan organisasi isi
d) Seleksi dan organisasi metode
e) Evaluasi
Pada analisis situasi merupakan suatu tindakan yang
disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum agar lebih responsif terhadap
lingkungan mereka dan secara khusus untuk kebutuhan anak didik.
Dengan menerapkan analisis situasi sebagai titik
permulaan, maka model ini akan memberikan dasar data yang mana tujuan-tujuan
yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Model ini fleksibel terhadap perubahan-perubahan
situasi sehingga hubungan perubahan-perubahan dilihat untuk elemen-elemen pada
model berikutnya.
No comments:
Post a Comment