Sunday, 3 May 2015

Makalah Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai perangkat yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak secara keseluruhan, khususnya kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi sehari-hari perlu dipikirkan pengalaman apa yang diperlukan oleh siswa untuk memenuhi kebutuhan tersebut
Dalam pengembangannya, kurikulum melibatkan berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung memiliki kepentingan dengan keberadaan pendidikan yang dirancang, yaitu mulai dari ahli pendidikan, ahli bidang studi, guru, siswa, pejabat pendidikan, para praktisi maupun tokoh panutan atau anggota masyarakat lainnya.
Menurut Taba apabila seseorang memahami perkembangan kurikulum sebagai tugas yang membutuhkan keteraturan, maka harus diketahui aturan ketika keputusan dibuat dan bagaimana cara keputusan-keputusan tersebut dibuat, untuk memastikan bahwa semua pertimbangan yang relevan telah tercakup dalam keputusan-keputusan tersebut.
Perkembangan kurikulum merupakan proses pembuatan keputusan yang terencana dan untuk merevisi produk dari keputusan tersebut berdasar pada evaluasi berkelanjutan. Sebuah model dapat mengatur proses.
Pengembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
1.      Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
v  Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content).
v  Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar (psychology of learning).
v  Tahap ketiga adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).
2.      Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar.
        Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah :
v  Pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai,
v  Pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil,
v  Reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya (terlibat),
v  Pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dan
v  Pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran (outcomes).
3.      Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.
4.      Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah suatu proses memberikan pertimbangan mengenai data yang terkumpul dengan  tujuan memperbaiki sistem.[1] Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan. 
Pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar pada hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal berikut :
1)      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2)      Pendidikan merupakan proses transisi
3)      Manusia dalam keadaan terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan dan mengolah informasi.
Atas dasar inilah, maka diperlukan suatu proses pengembangan kurikulum yang merupakan suatu masalah pemilihan kurikulum yang penyelesaiannya dapat ditinjau dari berbagai pendekatan antara lain pendekatan atas dasar keperluan pribadi. Untuk merealisasikannya, maka diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
B.   Model Pengembangan Kurikulum
1.      Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Model pengembangan kurikulum rogers adalah kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya. Adapun model tersebut dikemukakan sebagai berikut :[2]
a)    Model I (Model Yang Paling Sederhana)
Menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal ini berdasarkan asumasi bahwa pendidikan adalah evaluasi, dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi.
Model ini mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atau organisasi bahan pelajaran secara sistematis.
b)   Model II
Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I yaitu tentang metode dan organisasi bahan pelajaran.
Dalam pengembangan kurikulum pada model II sudah dipikirkan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar. Di samping itu bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran. Akan tetapi model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran.
c)    Model III
Model III menyempurnakan model II. Dalam model III memasukkan unsur teknologi pendidikan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada model III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu yang berkaitan dengan masalah tujuan.
d)        Model IV
Pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan memasukkan unsur tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.
2.      Model Taba
Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses dengan menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka disekolah dan bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba mencantumkan lima langkah urutan untuk mencapai perubahan kurikulum, sebagai berikut : 
a)       Membuat unit percontohan yang mewakili peringkat kelas atau mata pelajaran. Langkah ini sebagai penghubung antara teori dan praktek.
b)            Menguji unit percobaan,
Uji ini diperlukan untuk mengecek validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan untuk menetapkan batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
c)        Revisi dan konsolidasi.
Unit pembelajaran dimodifikasi menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan siswa, sumber daya yang tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat sesuai dengan semua tipe kelas.
d)       Pengembangan kerangka kerja.
Setelah sejumlah unit dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang lingkup sudah memadai dan urutannya sudah benar.
e)      Memasang dan menyebarkan unit-unit baru.
 Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan unit belajar mengajar di kelas mereka.


3.      Model Ralp Tyler
Sebagai bapak pengembang kurikulum, Tyler telah menanamkan atas perlunya hal yang lebih rasional, sistematis, dan pendekatan yang berarti dalam tugas mereka.
Dia telah menguraikan dan menganalisis sumber-sumber tujuan yang datang dari anak didik, mempelajari kehidupan kontemporer, mata pelajaran yang bersifat akademik, filsafat, dan psikologi belajar. [3] Model pengembangan kurikulum menurut tyler adalah sebagai berikut : 
a)    Menentukan tujuan. Dalam menentukan tujuan pendidikan melalui langkah-langkah sebagai berikut: mempelajari siswa sebagai sumber tujuan, mempelajari kehidupan kontemporer dilingkungan masyarakat, penentuan tujuan berdasarkan tinjauan filosofis, peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan psikologis.
b)   Menentukan pengalaman belajar. Ada 5 prinsip pengalaman belajar, yaitu : memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat tingkah laku yang menjadi tujuan, pengalaman belajar harus menyenangkan bagi siswa, siswa harus terlibat dalam belajar, diberikan beberapa pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pendidikan, pengalaman belajar yang disediakan dapat menghasilkan beberapa kemampuan, yaitu: kemampuan berfikir, memperoleh informasi, mengembangkan sikap sosial, mengembangkan minat.
c)         Pengorganisasian pengalaman belajar
d)        Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar sisa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan mengetahui
4.      Model D.K. Wheeler
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum memiliki bentuk rasional. Setiap langkah merupakan pengembangan secara logis terhadap yang terdahulu, lebih umum mengerjakan suatu langkah tertentu tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah selesai.
Hal ini dapat dilihat dari 5 langkah berikut yang tampak sekali bahwa elemen-elemennya merupakan perkembangan daripada elemen dari Tyler dan Taba, tapi hanya dipresentasikan dengan acak agak berbeda.
Langkah-langkah Wheeler :
a.       Seleksi maksud, tujuan dan sasaran.
b.      Seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c.       Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.      Organisasi dan integrasi dari pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar mengajar.
e.       Evaluasi dari setiap fase atau masalah tujuan-tujuan.
Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah untuk menekankan hakekat lingkaran daripada elemen-eleman kurikulum. Kurikulum proses disini tampak lebih sederhana, memberikan suatu indikasi bahwa langkah-langkah dalam lingkaran bersifat continyu atau berkelanjutan memiliki makna responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada. Pendapat Wheeler tentang proses kurikulum menekankan pada saling ketergantungan antara satu elemen terhadap elemen-elemen kurikulum lain, dan telah menempatkan test dengan waktu yang baik.
5.      Model Pengembangan Kurikulum Audery dan Nicholls
Mereka mengembangkan suatu pendekatan yang tegas atau jelas yang mencakup elemen-elemen kurikulum secara jelas tetapi ringkas. Nicholls menitik beratkan pada pendekatan yang rasional dari pengembangan kurikulum, khususnya dimana kebutuhan untuk kurikulum baru muncul dari perubahan-perubahan situasi.
Audery dan Nicholls mendefinisikan pekerjaan Tyler, Taba dan Wheeler dengan penekanan kurikulum proses yang siklus atau berbentuk lingkaran dan kebutuhan untuk langkah awal yaitu, analisis situasi. Keduanya mengungkapkan bahwa sebelum elemen-elemen lebih jelas dalam proses diambil atau dilakukan, konteks dan situasi yang mana keputusan-keputusan kurikulum dibuat memerlukan pertimbangan yang mendetail dan serius.
Langkah-langkah dalam proses perkembangan kurikulum Nicholls adalah :
a)      Analisis situasi
b)      Seleksi tujuan
c)      Seleksi dan organisasi isi
d)     Seleksi dan organisasi metode
e)      Evaluasi
Pada analisis situasi merupakan suatu tindakan yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum agar lebih responsif terhadap lingkungan mereka dan secara khusus untuk kebutuhan anak didik.
Dengan menerapkan analisis situasi sebagai titik permulaan, maka model ini akan memberikan dasar data yang mana tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Model ini fleksibel terhadap perubahan-perubahan situasi sehingga hubungan perubahan-perubahan dilihat untuk elemen-elemen pada model berikutnya.





[1] Prof. Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D.,Inovasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta,2013 ) h.99

[2] M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997 ) h.50
[3] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta : Gaya Media, 1999) h. 36-37

No comments:

Post a Comment